MAKALAH PENGANTAR EKONOMI MIKRO ISLAM Teori Konsumsi dalam Perspektif Islam Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mat...
8 downloads
679 Views
186KB Size
Report
This content was uploaded by our users and we assume good faith they have the permission to share this book. If you own the copyright to this book and it is wrongfully on our website, we offer a simple DMCA procedure to remove your content from our site. Start by pressing the button below!
Report copyright / DMCA form
MAKALAH PENGANTAR EKONOMI MIKRO ISLAM Teori Konsumsi dalam Perspektif Islam Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Mikro Islam
Dosen Pengampu : BAGUS ROHMATULLAH, ME.Sy.
Disusun Oleh : MUMUD SALIMUDIN - 18.05.0178 SUHERMAN - 18.05.0127
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PERSIS BANDUNG 2019
KATA PENGANTAR
Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah SWT. kita memuji, meminta pertolongan, meminta ampunan dan bertaubat kepada-Nya. Kita berlindung kepada Allah SWT. dari kejahatan diri dan keburukan perbuatan kita. Siapapun yang diberi petunjuk oleh Allah SWT., maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan siapa yang disesatkan-Nya maka tidak ada yang bisa memberi petunjuk kepadanya. Kami bersaksi bahwa tiada Ilah yang hak untuk disembah selain Allah SWT. dan tiada sekutu baginya. Dan Kami bersaksi bahwa Muhammad SAW. adalah hamba dan Rasul-Nya. Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah firman Allah SWT. dan sebaikbaik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad SAW. Seburuk-buruk perkara adalah yang ditambah-tambah dan setiap yang ditambah-tambah adalah bid’ah. Setiap yang bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan masuk neraka (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Majah). Saya sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengantar Ekonomi Mikro Islam – Teori Konsumsi dalam Perpektif Islam” tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Pengantar Ekonomi Mikro Islam yang diasuh oleh Bapak Bagus Rohmatulloh, ME.Sy. Selain itu, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini dengan baik.
i
Saya menyadari makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran konstruktif dari berbagai pihak demi penyempurnaan makalah ini. Harapan saya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, terutama menambah wawasan mengenai Pengantar Ekonomi Mikro Islam terutama Teori Konsumsi dalam Perspektif Islam. Demikian, semoga Allah SWT. memberikan kita kekuatan dan keikhlasan untuk berjuang demi kemajuan umat di segala bidang kehidupan. Aamiin.
Bandung, Oktober 2019 MUMUD SALIMUDIN SUHERMAN
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... i DAFTAR ISI ........................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1 A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2 C. Tujuan Penulisan.................................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 3 A. Pengertian Konsumsi ............................................................................ 3 B. Konsumsi dalam Ekonomi Islam .......................................................... 4 C. Konsep Mashlahah dalam Konsumsi .................................................... 6 D. Teori Perilaku Konsumsi dalam Islam ................................................. 10 E. Teori Kepuasan dalam Islam............................................................... 12 BAB III PENUTUP .................................................................................. 13 A. Kesimpulan ........................................................................................ 13 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 15
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam ekonomi konvensional, kebutuhan dan keinginan merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Di mana setiap individu mempunyai suatu kebutuhan yang akan diterjemahkan oleh keinginankeinginan mereka. Keinginan seseorang akan sangat berkaitan erat dengan konsep kepuasan. Selanjutnya yang menjadi masalah adalah apabila keinginan tersebut berkembang dan masuk ke area lampu merah, yaitu area pemenuhan kebutuhan dengan cara berlebiha-lebihan dan mubazir. Maka dari itu, Islam merinci dan memisahkan antara kebutuhan dan keinginan. Dalam perspektif Islam, kebutuhan ditentukan oleh mashlahah. Pembahasan konsep kebutuhan dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari kajian tentang perilaku konsumen dalam kerangka maqashid syariah. Di mana tujuan syari’ah harus dapat menentukan tujuan perilaku konsumen dalam Islam. Konsep mashlahah sangat tepat untuk diterapkan bagi pemenuhan kebutuhan manusia yang mencakup kebutuhan dlaruriyat, hajiyat dan tahsiniyah. Masing-masing tujuan yang ingin dicapai oleh Islam yaitu penjagaan penjagaan terhadap lima hal, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Dengan cara memenuhi kebutuhan kelima hal di atas, yang
1
apabila tidak tercukupi akan membawa kerusakan bagi kehidupan manusia.
B. Rumusan Masalah 1. Apa Pengertian Konsumsi? 2. Bagaimana Konsumsi dalam Ekonomi Islam? 3. Bagaimana Konsep Mashlahah dalam Konsumsi? 4. Bagaimana Teori Perilaku Konsumsi dalam Islam? 5. Bagaimana Teori Kepuasan dalam Islam?
C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui Pengertian Konsumsi? 2. Untuk mengetahui Konsumsi dalam Ekonomi Islam? 3. Untuk mengetahui Konsep Mashlahah dalam Konsumsi? 4. Untuk mengetahui Teori Perilaku Konsumsi dalam Islam? 5. Untuk mengetahui Teori Kepuasan dalam Islam?
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Konsumsi Konsumsi berasal dari bahasa Inggris, yaitu to consume atau bahasa belanda yakni consumtie yang berarti memakai atau menghabiskan. Konsumsi ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk ememnuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata konsumsi itu diartikan dengan pemakaian barang hasil produksi. Secara luas konsumsi adalah kegiatan untuk mengurangi atau menghabiskan nilai guna suatu barang atau jasa, baik secara sekaligus maupun berangsung-angsung untuk memenuhi kebutuhan. Orang yang memakai, menghabiskan atau mengurangi kegunaan barang atau jasa disebut konsumen. Dalam ekonomi Islam, konsumsi diakui sebagai salah satu perilaku ekonomi dan kebutuhan asasi dalam kehidupan manusia. Perilaku konsumsi diartikan sebagai setiap perilaku seorang konsumen untuk menggunakan dan memanfaatkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi, Islam menekankan bahwa fungsi perilaku konsumen adalah untuk memenuhi manusia baik jasmani
3
maupun rohani. Dengan demikian manusia dapat memaksimalkan fungsi kemanusiaanya sebagai hamba Allah untuk mendapatkan kebahagiaan.
B. Konsumsi dalam Ekonomi Islam Konsumsi
memiliki
urgensi
yang
sangat
besar
dalam
perekonomian, karena tiada kehidupan tanpa konsumsi. Pengabaian terhadap konsumsi berarti mengabaikan kehidupan sekaligus tugas dalam kehidupan. Manusia diperintahkan untuk mengonsumsi pada tingkat yang layak bagi dirinya, keluarganya dan orang paling dekat disekitarnya. Aktifitas konsumsi dalam perspektif ekonomi Islam sesungguhnya tidaklah berbeda dengan ekonomi konvensional. Namun demikian bukan berarti konsumsi dalam perspektif Islam dan konvensional sama persis. Titik perbedaan yang paling menonjol antara teori konsumsi tersebut adalah paradigma dasar dan tujuan pencapain dari konsumsi itu sendiri. Islam melihat pada dasarnya perilaku konsumsi dibangun atas dua hal, yaitu, kebutuhan (hajat) dan kegunaan atau kepuasan (manfaat). Secara rasional, seseorang tidak pernah mengkonsumsi suatu barang manakala dia tidak membutuhkannya sekaligus mendapatkan manfaat darinya. Dalam perspektif ekonomi Islam, dua unsur ini mempunyai kaitan yang sangat erat dengan konsumsi itu sendiri. Mengapa demikian? Ketika konsumsi dalam Islam diartikan sebagai penggunaan terhadap komoditas yang baik dan jauh dari sesuatu yang diharamkan, maka, sudah barang tentu motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan
4
aktifitas konsumsi juga harus sesuai dengan prinsip konsumsi itu sendiri. Artinya, karakteristik dari kebutuhan dan manfaat secara tegas juga diatur dalam ekonomi Islam. Jika menggunakan teori konvensional, konsumen diasumsikan selalu menginginkan tingkat kepuasan tertinggi. Konsumen akan memilih mengonsumsi barang A atau B atau yang lain tergantung pada tingkat kepuasan yang diberikan oleh barang-barang tersebut. Kalau dana yang dimilikinya memadai, maka dia akan membelinya. Akan tetapi jika tidak mencukupi, dia akan mengalokasikan anggarannya untuk membeli barang lain yang kepuasannya maksimal tetapi terjangkau oleh anggarannya. Dalam hal tersebut dapat dipahami bahwa, pertama, tujuan konsumen adalah mencapau kepuasan tertinggi; kedua, batasan konsumsi adalah kemampuan anggaran. Akan tetapi perilaku konsumsi yang demikian tidak dapat diterima begitu saja. Sebab, hal tersebut hanya menekankan pada aspek utility, bukan yang lain. Sementara dalam ajaran Islam ada beberapa hal yang menjadi titik tekan dalam konsumsi. Pertama, konsumsi lebih diarahkan pada aspek mashlahah bukan utilitas. Pencapaian mashlahah merupakan tujuan dari syariat Islam (maqashid syariah). Kedua, dalam Islam dilarang mengonsumsi barang atau jasa secara berlebihan (israf). Ketiga, dalam Islam menekankan bahwa konsumsi dapat dilakukan sepanjang memerhatikan pihak lain yang tidak mampu. Sehingga ditekankan aspek zakat, infak dan shadaqah.
5
C. Konsep Mashlahah dalam Konsumsi Secara umum konsumsi didefinisikan sebagai penggunaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi islam konsumsi juga memiliki pengertian yang hampir sama, tapi ada perbedaan yang melingkupinya. Perbedaan yang mendasar adalah tujuan pencapaian dari konsumsi dan cara pencapaiannya yang harus memenuhi Kaidah Syariah Islam. Tujuan utama konsumsi bagi seorang muslim adalah sebagai sarana penolong untuk beribadah kepada Allah. Sesungguhnya konsumsi selalu didasari niat untuk meningkatkan stamina dalam ketaatan pengabdian kepada Allah, sehingga menjadikan konsumsi juga bernilai ibadah. Sebab hal-hal yang mubah bisa menjadi ibadah jika disertai niat pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah, dalam hal ini dimaksudkan untuk menambah potensi mengabdi kepada-Nya. Dalam ekonomi Islam, konsumsi dinilai sebagai sarana wajib yang tidak bisa diabaikan oleh seorang muslim untuk merealisasikan tujuan dalam penciptaan manusia, yaitu mengabdi sepenuhnya hanya kepada Allah untuk mencapai falah. Falah adalah kehidupan yang mulia dan sejahtera di dunia dan akhirat. Falah dapat terwujud apabila kebutuhan-kebutuhan hidup manusia terpenuhi secara seimbang. Tercukupinya kebutuhan masyarakat akan memberikan dampak yang disebut mashlahah. Mashlahah adalah
6
segela bentuk keadaan, baik material maupun non material yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia. Kandungan mashlahah terdiri atas manfaat dan berkah. Dalam konsumsi, seorang konsumen akan mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan konsumsinya. Konsumen akan merasakan adanya manfaat dalam konsumsi ketika kebutuhannya terpenuhi. Berkah akan diperoleh ketika ia mengkonsumsi barang dan jasa yang dihalalkan oleh syariat islam. Formulasi dalam mashlahah jika dituliskan dalam bentuk persamaan adalah sebagai berikut : M=F+B M = Mashlahah F = Manfaat B = Berkah Sementara berkah merupakan interaksi antara manfaat dan pahala, sehingga : B = (F) (P) P = Pahala Total Adapaun pahala total adalah, P = β i βi adalah frekuensi kegiatan dan adalah pahala perunit kegiatan. Sehingga diperoleh, B = F β i
7
Dengan melakukan substitusi diperoleh, M = F + F β i M = F (1 + βi) Dari formulasi di atas dapat ditunjukkan bahwa ketika tidak ada pahala pada suatu kegiatan mashlahah yang diperoleh hanya sebatas manfaat yang dirasakan di dunia. Demikian pula, jika suatu kegiatan tidak memberikan manfaat, nilai keberkahannya juga menjadi tidak ada sehingga mashlahah dari kegiatan tersebut juga tidak ada. Mashlahah yang diterima oleh seorang konsumen ketika mengkonsumsi barang dapat berbentuk salah satu diantara hal-hal sebagai berikut : a. Manfaat material, yaitu diperolehnya tambahan harta bagi konsumen berupa harga yang murah, diskon, kecilnya biaya, dsb. b. Manfaat fisik dan psikis, yaitu terpenuhinya kebutuhan baik fisik maupun psikis terpenuhinya kebutuhan akal manusia c. Manfaat
intelektual,
yaitu
terpenuhinya
kebutuhan
informasi,
pengetahuan, ketrampilan, dll . d. Manfaat lingkungan, yaitu manfaat yang bisa dirasakan selain pembeli misalnya, mobil mini bus akan dirasakan manfaatnya oleh lebih banyak orang jika dibandingkan dengan mobil sedan. e. Manfaat jangka panjang, yaitu terpeliharanya manfaat untuk generasi yang akan datang, misalnya hutan tidak dirusak habis untuk kepentingan generasi penerus.
8
Disamping itu kegiatan konsumsi akan membawa berkah bagi konsumen jika : a. Barang yang dikonsumsi bukan merupakan barang haram b. Barang yang dikonsumsi tidak secara berlebihan c. Barang yang dikonsumsi didasari oleh niat untuk mendapatkan ridho Allah Konsep Mashlahah, memiliki makna yang lebih luas dari sekadar utility atau kepuasan dalam terminologi ekonomi konvensional. Mashlahah merupakan tujuan hukum syara' yang paling utama. Menurut Imam Ghazali, Mashlahah adalah sifat atau kemampuan barang dan jasa yang mendukung elemen-elemen dan tujuan dasar dari kehidupan manusia di muka bumi ini. Ada lima elemen dasar Mashlahah, yakni: kehidupan atau jiwa (al-nafs), properti atau harta benda (al mal), keyakinan(al-din), intelektual (al-aql), dan keluarga atau keturunan (al-nasl). Semua barang dan jasa yang mendukung tercapainya dan terpeliharanya kelima elemen tersebut di atas pada setiap individu, itulah yang disebut Mashlahah. Mashlahah bersifat subyektif dalam arti bahwa setiap individu menjadi hakim dalam menentukan apakah suatu perbuatan merupakan Mashlahah atau bukan bagi dirinya. Berbeda dengan konsep utility, kriteria mashlahah telah ditetapkan oleh syariah dan sifatnya mengikat bagi semua individu. Misalnya, bila seseorang mempertimbangkan bunga bank memberi Mashlahah bagi diri dan usahanya, namun syariah telah menetapkan keharaman bunga bank, maka penilaian individu tersebut
9
menjadi gugur. Mashlahah orang per orang akan konsisten dengan mashlahah orang banyak. Konsep ini sangat berbeda dengan konsep Pareto Optimum, yaitu keadaan optimal di mana seseorang tidak dapat meningkatkan
tingkat
kepuasan
atau
kesejahteraannya
tanpa
menyebabkan penurunan kepuasan atau kesejahteraan orang lain.
D. Teori Perilaku Konsumsi dalam Islam Islam melkihat aktivitas ekonomi adalah salah satu cara untuk menciptakan mashlahah menuju falah. Dalam berkonsumsi pun tak terlepas dari perspektif tersebut. Motif berkonsumsi dalam Islam pada dasarnmya adalah mashlahah. Meskipun secara alami motif dan tujuan berkonsumsi dari seorang individu adala untuk mempertahankan hidupnya. Teori konsumsi lahir karena adanya terori permintaan akan barang dan jasa. Sedangkan permintaan akan barang dan jasa timbul karena adanya keinginan dan kebutuhan oleh konsumen riil maupun komsumen potensial. Dalam ekonomi konvensional motor penggerak kegiatan konsumsi adalah keinginan. Dalam Islam keinginan identik dengan sesuatu yang bersumber dari nafsu. Sedangkan nafsu manusia cenderung kepada yang baik dan cenderung kepada yang tidak baik. Oleh karena itu, permintaan yang terbentuk dari konsumsi dalam ekonomi Islam beradasarkan atas adanya kebutuhan bukan dari keinginan. Pentingnya penegasan dan pembatasan
10
antara keinginan dan kebutuhan menjadikan konsumsi dalam perspektif Islam lebih terarah dan terkendali. Menurut naqvi setidaknya terdapat enam aksioma pokok dalam hal konsumsi, meliputi : 1. Tauhid (Unity/Kesatuan). Aksiona ini mempunyai dua kriteria yaitu pertama, rabbaniyah gayah (tujuan) dan wijhah (sudut pandang), dan kedua rabbaniyah masdar (sumber hukum) dan manhaj (sistem). 2. Adil (Equilibrium/Keadilan). Keadilan berawal dari usaha memberikan hak kepada individu yang berhak menerima sekaligus menjaga dan memelihara hak tersebut. 3. Kehendak yang bebas (Free Will). Bagaimana manusia menyadari bahwa adanya qadha dan qadar yang merupakan hukum sebab akibat dari kehendak tuhan. 4. Amanah (responsibility). Kebebasan berkehendak tidak menjadikan manusia lepas dri tanggung jawab. Untuk itu, prinsip utama yang harus dipegang selanjutnya adalah menjaga amanah dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan. 5. Halal. Islam membatasi kebebasan dari kehendak dengan hanya mengkonsumsi barang yang halal dan menunjukan nilai kebaikan, kesucian, keindahan serta menimnulkan mashlahah yang paling optimal. 6. Sederhana. Hal yang paling penting yang harus dijaga dalam berkonsumsi adalahb menghindari sifat boros dan melampaui batas.
11
Adapun yang menjadi arahan sekaligus aturan yang menjadi prinsip dasar dalam berkonsumsi adalah : 1. Jangan boros. 2. Seimbangkan pengeluaran dan pemasukan. 3. Jangan bermewah-mewah.
E. Teori Kepuasan dalam Islam Lahirnya teori kepuasan konsumen dalam perspektif ekonomi konvensional akan melahirkan manusia serakah dan memntingkan diri sendiri. Hal ini karena asumsi rasional konsumsi dibangun atas dasar utility (kepuasan). Secara sederhana setidaknya terdapat dua hal yang perlu dikritisi dari perilaku konsumsi yang berorientasi pada utility yakni tujuan konsumsi hanyalah mencapai kepuasan dan batasan konsumsi hanyalah kemampuan anggaran. Oleh karena itu, konsumsi dalam perspektif Islam menjadikan alQuran dan sunnah sebagai pedoman. Di mana konsep mashlahah yang merupakan tujuan dari dinul Islam selanjutnya menjadi tujuan perilaku konsumsi tersebut dalam mencapai kepuasan.
12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Dengan melihat tujuan utama berkonsumsi serta metode alokasi preferensi konsumsi dan anggaran maka dapat disimpulkan bahwa penggerak awal kegiatan konsumsi dalam ekonomi konvensional adalah adanya keinginan (want) .Seseorang berkonsumsi karena ingin memenuhi keinginannya sehingga dapat mencapai kepuasan yang maksimal. Islam menolak perilaku manusia untuk selalu memenhi segala keinginannya, karena pada dasarnya manusia memiliki kecendrungan terhadap keinginan yang baik dan keinginan yang buruk sekaligus. Keinginan manusia didorong oleh suatu kekuatan dari dalam diri manusia yang bersifat pribadi dan karenanya seringkali berbeda dari satu orang dengan orang lain. Keinginan seringkali tidak selalu sejalan dengan rasionalitas, karenanya berifat tidak terbatas dalam kuantitas dan kualitasnya. Kekuatan dari dalam diri disebut jiwa atau hawa nafsu yang memang menjadi penggerak utama seluruh perilaku manusia. Dalam ajaran
Islam
manusia
harus
mengendalikan
dan
mengarahkan
keinginannya sehingga dapat membawa kemanfaatan dan bukan kerugian bagi kehidupan dunia dan akhirat.
13
Keinginan yang sudah dikendalikan dan diarahkan sehingga membawa kemanfaatan ini dapat disebut dengan kebutuhan. Kebutuhan lahir dari suatu pemikiran secara obyektif atas berbagai sarana yang diperlukan untuk mendapatkan suatu manfaat bagi kehidupan. Kebutuhan dituntun oleh rasionalitas normative dan positif yaitu rasionalitas ajaran Islam sehingga bersifat terbatas dan terukur dalam kuantitas dan kualitasnya. Hal ini merupakan dasar dan tujuan dari syariah Islam yaitu maslahat al-ibad (kesejahteraan hakiki bagi manusia) dan sekaligus sebagai cara untuk mendapatkan falah yang maksimum.
14
DAFTAR PUSTAKA
Al Arif, M. N. R., 2017. Pengantar Ekonomi Syariah Teori dan Praktek. Bandung: Pustaka Setia. Ghafur, A., 2017. Pengantar Ekonomi Syariah : Konsep Dasar, Paradigma, Pengembangan Ekonomi Syariah. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Karim, A. A., 2017. Ekonomi Mikro Islami. Kelima ed. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sumar'in, 2013. Ekonomi Islam sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro Perspektif Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu.
15