Social/Network Power: Applying Social Capital Concept to Individual Behavior in the Organizational Context Imam Sa...
16 downloads
475 Views
197KB Size
Report
This content was uploaded by our users and we assume good faith they have the permission to share this book. If you own the copyright to this book and it is wrongfully on our website, we offer a simple DMCA procedure to remove your content from our site. Start by pressing the button below!
Report copyright / DMCA form
Social/Network Power: Applying Social Capital Concept to Individual Behavior in the Organizational Context Imam Salehudin, SE. Department of Management Faculty of Economics University of Indonesia Social/Network Power merupakan pengembangan atas konsep Social Capital pada konteks perilaku individu. Konsep Social/Network Power merupakan kekuasaan yang berasal dari akses individu terhadap basis kekuasaan yang sudah ada, baik formal maupun personal. Social/Network Power dapat lebih kuat menjelaskan pola perilaku individu pada konteks masyarakat timur yang lebih kolektif dan kekeluargaan dibandingkan dengan konsep‐ konsep kekuasaan yang sudah ada yang lebih mencerminkan konseks perilaku dan nilai budaya masyarakat barat yang lebih individualistis. Kata Kunci: Kekuasaan, Social Capital, Perilaku Individu Jenis dan Sumber Kekuasaan Sementara, definisi kekuasaan Kekuasaan merupakan salah satu yang sering digunakan pada ilmu politik konsep yang tidak dapat dipisahkan dari adalah sebagai kemampuan untuk perilaku individu, khususnya dalam mempengaruhi perilaku orang lain, baik konteks organisasi. Pemimpin yang dengan maupun tanpa adanya resistensi. efektif harus dapat memahami sumber‐ sumber kekuasaan dan taktik‐taktik Sejalan dengan definisi diatas, penggunaannya dengan baik. Bisa Stephen Robbins (2007) dalam bukunya dikatakan bahwa kekuasaan merupakan “Organizational Behavior” memberikan hal yang tidak dapat dipisahkan dari definisi power atau kekuasaan sebagai kepemimpinan. kapasitas yang dimiliki seseorang untuk Max Weber dalam bukunya yang mempengaruhi orang lain agar diterjemahkan kedalam bahasa Inggris bertingkah laku sesuai apa yang ia kehendaki. pada tahun 1962, Basic Concepts in Robbins (2007) juga memaparkan Sociology, mendefinisikan kekuasaan klasifikasi kekuasaan dari French and sebagai peluang yang terjadi dalam Raven (1959) berdasarkan sumbernya, suatu hubungan sosial, yang yaitu kekuasaan formal dan personal. memungkinkan seseorang mendapatkan Kekuasaan formal merupakan kekuasaan apa yang ia inginkan walaupun terdapat yang berasal dari posisi formal individu resistensi.
pada suatu organisasi. Kekuasaan formal dapat bersumber dari kemampuan individu untuk memaksa menggunakan ancaman hukuman (coercive power), mengiming‐imingi imbalan (reward power), ataupun dari wewenang resmi yang ia miliki (legitimate power). Sementara, kekuasaan personal merupakan kekuasaan yang muncul dari karakteristik unik individu. Kekuasaan personal ini dapat bersumber dari keahlian tertentu yang ia miliki (expert power) atau dari karakteristik individu yang unik sehingga dapat membuat orang ingin mengikuti (referent power). Robbins menjelaskan bahwa kelima jenis kekuasaan ini (coercive, reward, legitimate, expert, dan referent) sama‐sama bersumber dari ketergantungan subjek (client) terhadap sumber daya yang dimiliki pemegang kekuasaan (patron). Semakin besar ketergantungan client terhadap sumber daya patron, maka semakin besar kekuasaan patron terhadap client. Seberapa besar ketergantungan ini didasarkan pada kepemilikan patron atas suatu sumber daya yang penting (important), langka (scarce) dan tidak ada gantinya (non‐substitutable). Konsep Social Capital Cornwell dan Cornwell (2008) merangkum beberapa hasil penelitian sebelumnya mengenai Social Capital (Burt 1992; Coleman 1988; Granovetter 1973; Lin 1999; Portes 1998) dan menyimpulkan secara sederhana bahwa inti Social Capital Theory atau Teori Modal Sosial adalah bahwa individu
dapat mengakses sumber daya melalui hubungan mereka dengan orang lain. Modal sosial menyangkut struktur dan hubungan sosial yang memungkinkan individu mengakses sumber daya tertentu. Berbeda dengan sumber daya personal yang dimiliki sendiri oleh aktor individual dan digunakan sesuka mereka, penggunaan sumber daya sosial menyangkut hubungan interpersonal. Cornwell dan Cornwell (2008) merangkum sedikitnya tiga manfaat modal sosial pada tataran individu yang sudah teridentifikasi pada penelitian‐penelitian sebelumnya, yakni: (1) akses terhadap informasi, (2) kendali sosial, dan (3) dukungan dan solidaritas sosial (Coleman 1988; Sandefur and Laumann 1998). Modal sosial merupakan istilah yang sedang trendi di kalangan akademisi dan praktisi ilmu sosial. Penggunaan istilah ini muncul dari ilmu sosiologi pada tataran individu dan kemudian berkembang ke bidang ilmu lain dalam tataran yang lebih luas. Portes (2000) yang menelusuri penggunaan istilah ini, mengemukakan bahwa Bourdieu (1985) menggunakan konsep ini pertama kali untuk menjelaskan bahwa salah satu tujuan individu menjalin hubungan dengan individu lain adalah untuk memperoleh manfaat yang akan muncul dikemudian hari. Sementara Putnam (1993) mengembangkan konsep modal sosial individu menjadi modal sosial yang dimiliki oleh komunitas, masyarakat dan negara dengan aplikasi yang lebih luas.
Pengembangan aplikasi konsep ini dari tataran individu ke tataran yang lebih luas seringkali menimbulkan kerancuan antara penggunaan istilah pada satu tataran dengan tataran yang lain. Untuk menghindari kerancuan penggunaan istilah maka tulisan ini membatasi penggunaan istilah modal sosial pada tataran individual saja. Konsep Social/Network Power Berdasarkan pembahasan diatas, jika semua kekuasaan bersumber pada ketergantungan pada suatu sumber daya, dan berdasar teori modal sosial seseorang dapat mengakses sumber daya melalui hubungan sosial yang ia miliki, maka berdasarkan logika saja dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang dapat mengakses basis kekuasaan orang lain melalui hubungan sosial ia miliki. Konsep Social/Network Power dapat didefinisikan sebagai kekuasaan yang bersumber dari kemampuan seseorang mengakses basis‐basis kekuasaan yang lain melalui hubungan sosial yang ia miliki, terlepas dari apa sumber daya yang menjadi basis kekuasaan, baik kekuasaan formal maupun personal. Konsep Social/Network Power menekankan bahwa sebagaimana seseorang yang memiliki modal sosial dapat mengakses sumber daya melalui hubungan mereka dengan orang lain, modal sosial dapat dirubah menjadi kekuasaan dengan mengakses basis kekuasaan orang lain melalui hubungan interpersonal.
Lebih jauh lagi, modal sosial dirubah menjadi Social/Network Power melalui setidaknya tiga cara, antara lain: 1. Link to power holders (hubungan langsung dengan pemegang kekuasaan) Terlepas dari nilai benar‐salah, sudah terbukti dalam sejarah bagaimana orang‐orang yang tidak memiliki kekuasaan secara langsung, dapat memiliki dan menggunakan kekuasaan melalui hubungan interpersonal yang ia baik dengan orang‐orang yang memegang kekuasaan secara langsung. Orang‐ orang ini bahkan tidak perlu melakukan tindakan eksplisit untuk menggunakan kekuasaan tersebut, karena hanya dengan keyakinan adanya hubungan yang baik antara dia dengan seorang patron, orang‐ orang yang menjadi client dari patron tersebut akan menuruti orang tersebut sebagaimana mereka menuruti patron‐nya. 2. Relationship to future power holder (hubungan dengan individu yang akan memegang kekuasaan) Menjalin hubungan membutuhkan waktu. Sementara itu, untuk menjalin hubungan dengan individu, seringkali lebih sulit untuk dilakukan ketika patron sudah memiliki kekuasaan. Dalam situasi seperti itu, umumnya usaha yang diperlukan untuk menjalin hubungan akan lebih besar dan hubungan yang terjalin tidak memiliki stabilitas yang tinggi. Terutama dalam kasus pemegang kekuasaan formal dengan
waktu terbatas, seringkali tidak tersedia waktu yang cukup untuk menjalin hubungan yang kuat. Oleh karena itu, salah satu cara mengubah Social Capital menjadi Social/Network Power adalah dengan berinvestasi pada hubungan dengan individu‐ individu yang memiliki prospek untuk memegang kekuasaan sebelum individu tersebut memegang kekuasaan. Sejalan dengan prinsip high risk‐ high return, investasi pada hubungan dengan calon patron yang memiliki tingkat ketidak pastian tinggi untuk memegang kekuasaan umumnya menghasilkan imbal modal sosial yang lebih tinggi karena patron tersebut akan merasakan ketergantungan yang lebih besar dibanding patron yang memiliki kepastian tinggi untuk memegang kekuasaan. Modal sosial yang lebih besar akan menghasilkan Social /Network Power yang lebih besar pula. 3. Shared‐membership in an exclusive social group with the power holder (keanggotaan dalam kelompok sosial eksklusif yang sama dengan pemegang kekuasaan) Sumber modal sosial tidak terbatas pada hubungan langsung antara individu, namun juga melalui adanya identifikasi dan asosiasi pada kelompok sosial eksklusif yang sama dengan pemegang kekuasaan, seperti: klub sosial, forum, penghobi, band, acara jamuan makan, dsb. Penekanan diberikan pada sifat eksklusif atas kelompok sosial
tersebut, karena semakin sulit dan terbatas keanggotaan maka semakin besar asosiasi dan identifikasi yang dapat timbul antar anggotanya. Modal sosial yang diperoleh dari keanggotaan ini mungkin tidak sekuat modal sosial yang diperoleh dari hubungan yang langsung, namun bisa menjadi salah satu sumber untuk memperoleh modal sosial pada jumlah patron yang lebih banyak. Aplikasi Social/Network Power dalam Konteks Perilaku dan Budaya Timur Konsep Social/Network ini dapat menjadi sangat kuat dalam menjelaskan perilaku individu, khususnya yang menyangkut politik dan penggunaan kekuasaan baik didalam maupun diluar organisasi. Dalam aplikasinya, penggunaan kekuasaan ini sangat mungkin untuk menimbulkan benturan dengan norma dan etika formal yang ada. Namun demikian, dalam situasi dimana aturan dan etika formal tidak mengikat, aplikasi konsep ini tidak bertentangan dengan nilai‐nilai adat timur yang menekankan nilai kekeluargaan dan pentingnya hubungan jangka panjang. Oleh karena itu, tidak jarang seseorang yang memegang kekuasaan, baik formal maupun personal, bersedia memberikan akses pada basis kekuasaan yang ia miliki kepada individu yang memiliki hubungan yang baik dengannya, terlebih lagi jika hubungan tersebut melibatkan adanya perasaan balas budi yang dimiliki pemegang
kekuasaan terhadap individu yang meminta akses tersebut. Sebagai penutup, perlu ditekankan bahwa kekuasaan merupakan alat yang netral. Kekuasaan menjadi positif jika digunakan oleh orang yang benar dengan tujuan yang baik, dan menjadi negatif jika digunakan oleh orang yang salah dengan tujuan yang buruk. Konsep Social/Network Power tidak dapat begitu saja diasosiasikan dengan perilaku negatif maupun positif, namun penggunaannya sebaiknya dilakukan dalam koridor norma dan etika yang berlaku. Referensi Cornwell, E.Y dan Cornwell, B. (2008) Access to Expertise as a Form of Social Capital: An Examination of Race‐ and Class‐Based Disparities in Network Ties to Experts. Sociological Perspectives, Vol. 51, No. 4, pp. 853–876, ISSN 0731‐ 1214, electronic ISSN 1533‐8673. Portes, A. (2000) The Two Meanings of Social Capital. Sociological Forum, Vol. 15, No. 1 (Mar., 2000), pp. 1‐12. Springer, Diakses melalui: http://www.jstor.org/stable/3070334 pada: 15 Februari 2009
Robbins, S.P. dan Judge, T.A. (2007). Organizational Behavior. Upper Saddle River, N.J: Pearson Prentice Hall. Weber, M. (1962) Basic Concepts in Sociology. Translated by H. P. Secher. The Citadel Press. Diakses dalam bentuk html melalui: http://www.ne.jp/asahi/moriyuki/abuku ma/weber/method/basic/basic_concept_f rame.html